Hendrikus Djawa sebagai Ketua LP2TRI (LSM) diminta untuk jangan menutupi perbuatan melawan hukum dengan berlindung dibalik LSM. Pasalnya, di Indonesia tidak ada orang yang kebal akan hukum, jadi siapa saja warga masyarakat yang melanggar wajib diproses sesuai hukum yang berlaku di negara ini.
Pengaduan Melkior Metboki ke LP2TRI yang mengaku seolah-olah mendapat tindakan kekerasan dan indimidasi serta premanisme dari sejumlah oknum yang disebutnya preman memantik reaksi dari ahli waris Esau Konay. Adalah Marthen Soleman Konay alias Tenny Konay, salah satu ahli waris dari Esau Konay yang memberikan pernyataan keras menanggapi laporan Melkior Metboki ke LP2TRI tersebut.
Meski bersurat sampai ke Presiden RI namun tidak serta merta mengubah keputusan hukum atas warisan Keluarga Konay yang telah berkekuatan hukum tetap. Sebagai negara hukum, tentu Presiden RI akan menjunjung tinggi dan menghormati hak atas kepemilikan tanah warisan Keluarga Konay.
Salah satu ahli waris pengganti dari Esau Konay dan Ir Dominggus Konay yakni Marthen Soleman Konay alias Tenny Konay akan segera mengambil langkah hukum ke Polda NTT terkait informasi bohong (hoax) yang diduga disebar oleh Elisabeth Konay. Langkah hukum tersebut sebagai bentuk pembelajaran dan pendidikan hukum bagi setiap warga negara yang melakukan pelanggaran hukum.
Meski bermarga Konay namun Elisabeth Konay secara hukum adat dan hukum positif di Indonesia tidak memiliki hak atas warisan Keluarga Konay. Karena itu, Elisabeth Konay dipersilahkan mencari harta warisan milik ayah kandungnya bernama Tekung untuk dimiliki tanpa harus memperebutkan tanah warisan Keluarga Konay.
Secara hukum, Markus Konay Cs sudah tak memiliki hak atas warisan Keluarga Konay. Keputusan hukum ini merupakan buah dari `keserakahan` Markus Konay Cs yang kini kembali menuntut hak atas warisan Keluarga Konay melalui penasihat hukumnya, Alfons Loemau.
Ahli waris Esau Konay meminta kepada Alfons Loemau agar jangan melakukan pembodohan hukum dan pembohongan publik terkait warisan Keluarga Konay. Sebagai seorang penasihat hukum dan mantan perwira Polri, Alfons Loemau, SH, MSi, MBus, yang sangat paham hukum seharusnya memberikan pendidikan hukum dan pencerahan hukum.
Jauh sebelum Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terbentuk, di Pulau Timor atau tepatnya di Kota Kupang telah hadir seorang wanita yang menjadi pendekar hukum. Dia adalah Victoria Anin yang secara suka rela memperjuangkan warisan Keluarga Konay berupa tiga bidang tanah seluas 375 hektare sejak 1951 silam.
Setelah Pengadilan Negeri Kefamenanu menolak gugatan `pura-pura` Salim Mansyur Sitta dkk atas gugatan pembagian warisan Keluarga Konay pada 30 Maret 2022 lalu, membuat salah ahli waris Esau Konay angkat bicara.
Ahli waris Esau Konay memberi peringatan keras kepada Alfons Loemau Cs agar jangan coba-coba turun ke lokasi obyek tanah milik Keluarga Konay jika tidak ingin menimbulkan konflik horisontal di lapangan. Selain akan memancing konflik horisontal maka Alfons Loemau Cs tak memiliki dasar hukum kepemilikan atas obyek tersebut.
Pernyataan sepihak Thobias Mesah,SH, yang mengaku sebagai pengacara Piter Konay mendapat perhatian serius ahli waris Esau Konay. Namun, sebagai seorang pengacara sejati pernyataan hukum yang disampaikan merupakan sebuah pendidikan hukum bukan penafsiran atas putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.